Sabtu, 07 November 2015

hal yang ku rasa

Dengan hanya melihat  senyum nya membuat hari terasa lebih ringan. 

Mendengar suaranya menenangkan hati yang risau .

Berbaring di sandarannya terasa nyaman dan hangat.

Mengenggam ruas jemari nya terasa lengkap.

Membelai halus rambut nya seakan hal penting.

Menyediakan apa yang di inginkan nya pun jadi priorinnas.

Berjalan di samping nya terasa seperti punya hal untuk di lindungi.

Tertawa bersamanya pun terasa ingin menghentikan waktu.

Rabu, 14 Oktober 2015

Tak Terduga

Tak Terduga

satu bulan belakangan ini sandy mulai dingin , tidak menyapa, apalagi merayu atau menggodaku. hari ini kamu bertemu, senyum manis bibir tipis itu membuat gejolak diahtiku, pikirku, “mengapa dia berbeda?”. dia menarik seoerti biasanya, mata sipit, kulitnya agak pucat, berpipi lebar, selalu tampil casual, “hhhhhh,…… kucinta dia…. “ janji bertemu hari ini lantaran aku ingin memperjelas kelanjutan  hubungan ini, apa yang membuat dia berubah? apakah dia sudah tidak mencintaiku lagi ? 


terpikir oleh ku apakah ada kesalahan yang ku lakukan terhadap dia ?. mungkin ini akhir dari cerita indah tak bernama antara aku dan dia. Sandy memang banyak kegiatan seperti biasanya, tapi dulu kita masih bisa saling bertemu dan bertegur sapa. dulu kita masih saling perduli dan saling mencari diantara kesibukan masing masing. 

apakah dia dekat dengan lelaki lain ?, atau dia bosan dan lelah dengan tingkah laku ku yang membuat nya muak ?, atau kita terhalang restu orang tua ?, dan mangkin banyak saja pertanyaan dan kemungkinan buruk muncul dipikiran ku. entahlah tapi memang aku yang terlalu banyak pikiran. 

aku sangat berharap jika kisah ini berlanjut dengan bahagia meski sedikit naif tpi aku yakin… .Aku sendiri merasa tidak ada yang salah diantara kita, kita cocok, selama ini kita tak punya masalah dengan perbedaan diantara kita. semua datang tiba tiba layaknya petir di siang bolong. setelah deringan telfonnya berbunyi dan perbincangan singkat dengan entah siapa, dia berubah…. yaa semenjak itu dia berubah sedingin es. 

pagi ini aku bangun dengan penuh pertanyaan. apa yang akan terjadi ? kenapa harus terjadi ? hahhh sudahlah… jika semangkin di pikirkan maka tak ada habis nya. malam tadi pun terasa tidak nyenyak sama sekali bagai tidur di atas tumpukan kayu. janji bertemu hari ini sekitar jam 9 malam seusai semua kegiatan dia dan memang kebetulan hari ini aku juga punya kerjaan sampai hingga jam 9an. siang ini aku dan dia sempat berpaspasan di depan kafetaria tempat pertama kali kita bertemu. tempat itu memang tidak jauh dari tempat kami berdua bekerja. kita sudah saling bertatapan dari jauh. aku mulai berskenario di dalam kepala, apa yang akan ku katakan nanti saat berpapasan dengannya, apa aku sapa dengan biasa atau diam atau menghidar dan belok kedalam kafe. aku putuskan untuk masuk saja k dalam kafe karena memang ingin sekalian makan siang. tanpa di sangka dia juga masuk k dalam. omaigatttt…… ini sungguh diluar dugaan ku, aku pun mendekat dan bertanya pada nya karena memang sudah terlanjur satu atap siang itum “nanti jadi gak ?” lalu dia menjawab “jadi kok, jangan telat ya, aku kelar nya jam 9:30. nanti ketemu di tempat aku aja ya” dengan ragu aku menjawab “okedeh kalo gitu…”  dia pergi setelah itu. ternyata dia masuk ke kafe itu untuk berbicara padaku meskipun akhirnya aku yang memulai pembicaraan. 
makanan ku terasa hambar…… terasa kenyang seketika… dilanda kebingungan hebat dan intrupsi pikiran buruk akan nanti malam. apakah aku kan kehilangan sandy ? setelah seklian lama mengejar cinta nya. 


melalui sisa hari ini terasa sangat berat karna nanti akan ada waktu penentuan akan hal ambigu yang harusnya menjawab kejadian selama 1 bulan ini

jam 09:00. butuh waktu kurang lebih setengah jam hingga aku tiba di tempat nya berarti sangat pas. perjalanan terasa sangat mendebarkan penuh rasa takut dan pertanyaan

jarum jam tanganku sudah menyentuh angka 9:30 dan aku sedang berdiri di depan rumah nya. jari ku terasa sangat berat menekan tombol bell rumah nya, tingggg! bunyi bell rumah nya berdering menggetarkan sekujur tubuh ku. dia membuka pintu dan menyuruhku masuk

di ruang tamunya ada ayah dan ibu nya sedang duduk di sofa, dia menyuruh ku duduk di sofa sebelah ayah nya. “malem om malem tante” aku sapa orant tua nya. sandy masuk k dapur untuk membuat kan minum katanya. orangtua nya memandangku dengan sinis seakan akan aku telah melakukan hal buruk terhadap anak nya. 

tiba tiba saja lampu mati , suasana menjadi gelap bahkan aku tak dapat melihat tangan ku sendiri. “ada apa ini ?! masa listrik mati sih ?! kita kan bayar bulanan!” ayah sandy berkata dengan amarah. aku pun hanya dia karna tak tau harus berkata apa. tiba tiba ada suara dari belakang ku. “happy birthday happy birthday…… happy birthday……. jaaammmess… happy birthday james” itu suara sandy, aku sangat mengenal suara itu, sontak aku langsung tersadar bahwa hari ini adlah hari ulang tahun ku. aku berbalik badan dan melihat cahaya lilin menerangi senyum manis di wajah wanita yang ku cintai. tak lama lampu ruangan pun menyala dan terlihat orang tua sandy sedang tersenyum bahagia melihat kami. aku tak dapat menahan air mata yang ingin segera keluar jatuh membasahi kerah kemeja ku.  aku hanya diam lalu ku tiup lilin di tangan nya lalu aku ambil lilin itu dan ku taruh di meja, tanpa kata apa apa aku langsung memeluk sandy, memeluk nya seperti aku akan berpisah jauh, rasanya tak ingin ku lepas. rasa bahagia ini tak tergambar kan dan sangat tidak terduga sama sekali. satu hal yang ku sadari, aku tak akan kehilangan wanita yang ku cintai ini. 


Rabu, 07 Oktober 2015

Bingung

bingung harus memilih tanpa pilihan 

pilihan yang mengarah pada hal yang tidak ada

kenapa harus bingung bila tak ada 

kenapa harus memilih bila tak ada pilihan 

lalu kenapa banyak orang bingung pada hal yang belum terjadi

jika pilihan tak senyata cerita realita 

harus kah ada jawaban atas pilihan 

atau petunjuk untuk arah yang dibingungkan orang banyak

(Tidak) Satu Rasa


(Tidak) Satu Rasa

Bali, 8 Agustus 2008
“Bacot!” teriaknya sambil tertawa. Tawa ringan, tawa yang gue tahu siapa pemiliknya bahkan saat gue tutup mata. Tawa yang dengan senang hati bakal gue rekam dan gue replay berulang-ulang sebelum gue tidur. Tawa yang….yah gitulah pokoknya.

Gue tertawa, lo tahu kenapa? Bukan karena kekonyolan yang barusan gue bikin dan membuat gue terlihat bodoh, tapi karena gue bisa bikin dia ketawa. Kalo aja lo bisa lihat, kalau dia ketawa dia selalu nutupin mulutnya pake tangan kanannya, entah kenapa. Matanya jadi sipit kayak ilang, suaranya kayak cempreng, dibuat cempreng tepatnya.

Gue bukan tipe cowo puitis yang akan menggambarkan tawa seorang perempuan dengan kata-kata “bibirnya indah melengkuk bak bulan sabit, pipinya memunculkan rona merah muda menggemaskan” dan sejenisnya. No. apa yang gue liat, ya gue bilang. Dan tentang dia, dia Indah.
“yaudah, kita ketemu nanti jam 8” katanya
“Jangan telat” tambahnya galak.
“oke Boss” jawab gue sambil ngacungin jempol.
Dia balik badan dan melangkah pergi. Entah pikiran gue yang terlalu ngarep atau emang bener tapi gue rasa dia lagi senyum sambil cekikikan kecil sekarang. Terus gue? Ya gue senyum jugalah. Bentar dang tapi. Karena tiba-tiba gue berfikir, apa ini moment yang tepat buat gue bilang ke dia tentang apa yang gue rasain. No, bukan nembak ya. Tapi nyatain perasaan doang. Itu dua hal yang berbeda.
Oke, sekarang gue musti mandi, yang bersih, bersih banget, pake baju yang kece, pake kemeja apa kaos ya? Yaelah, jadi lebay. Oke gue mendadak deg-degan, mau copot ini jantung rasanya. Gilak. Gue musti bilang gimana ya? Darimana ya? Apa enggak usah ya? Ya terus kapan? Hhh….(?)
Oke fix, gue ngomong
***

Bali di malam hari adalah pilihan yang tepat untuk nikmatin kota, nge gaul, foto-foto, nenangin diri bahkan nyatain cinta. Bali di malam hari itu jauh dari kata ramai, gak kayak di Jakarta. Bali di malam hari juga sejuk, bahkan lo gak perlu ac di Mall buat bikin lo merasa sejuk. Alamya Bali bakal kasih lo itu semua pas sesuai porsi lo.
Oke, balik fokus ke dia. Dia jalan di sebelah gue dengan jarak cuman 2 senti. Kurang dari itu bahkan gue rasa, kulit gue sesekali bersentuhan sama kulitnya dia. Gue makin bingung apa dan gimana gue harus ungkapin perasaan gue ke dia.
Dari tadi, dianya sendiri sibuk negtak-ngetik di handphone-nya. Ngetik apaan sih? Bikin kepo (alias penasaran) Kok bisa lancer banget lagi dia nih chat an nya. Sama siapa sih? Perasan sama gue bales suka lama. Padahal udah susah susah gue cari topik.
oke, gak penting. Biarkan dia main handphone dan gue cari kata-kata yang bagus buat ungkapin perasaan gue. Tapi suasananya jadi awkward. Apa gunanya dong alam Bali dengan segala keindahannya di malam hari ini kalau gue gak manfaatin momentnya?
Otak gue mulai berfikir keras, seolah bikin skenario gimana gue harus ngomong ke dia soal perasaan gue. “Sebenernya udah lama gue suka sama lo. Gue engga tahu sih ini moment yang pas atau enggak, gue juga gak tahu apakah sebenernya gue perlu ngomong ini atau enggak. Gue seneng liat lo ketawa, dan gue lebih seneng lagi saat gue tahu gue yang berhasil bikin lo ketawa. Meski gue harus bertindak bodoh dan konyol dulu, gak masalah. Gue juga tahu ada hal-hal diantara kita yang mungkin bikin kita gak bisa bareng-bareng, ada hal-hal yang harus dipikirin dulu sebelum gue ngomong ini. Tapi disini gue cuman pengen kasih tahu aja gimana perasaan gue. Gue bukan mau minta lo jadi cewe gue. Gue cuman mau bilang kalau gue itu…”
“heh! Bengong aja! Mikirin apaan sih?” tanyanya ngebuyarin lamunan gue.
“ada…itu…” gue nya jadi gelagapan sendiri.
“apaan sih?!” katanya memutuskan omongan gue yang terbata-bata
“Kayaknya gue suka deh sama lo….” Kata itu keluar dari mulut gue tanpa kesaring. Bodoh. Kenapa begini mulainya? Duh, bakal ditinggal gak ya gue? Gilak, 1001 kemungkinan nyampur di otak gue sekarang.
“…terus?” Tanya nya singkat.
“…gue udah sayang bahkan kayaknya”  gue jawab tanpa memperdulikan 1001 kemugkinan yang masih berperang di otak gue.
“…iya, gue tahu kok” jawabnya santai.
What? Tahu? Sejak? Kok bisa? Oke, oke. Tenang. Sekarang seharusnya jauh lebih mudah. Jadi gue putuskan buat ungkapin perasaan gue semirip mungkin sama sekenario yang udah otak gue tadi susah payah bikin. Selama ngomong, jantung gue berdetak gak normal. Bahkan debar jantung gue lebih tenang saat naik halilintar Dufan ketimbang sekarang. Gue ngomong sambil mikir, jangan sampe ada kata yang salah dan kelewat. Dan gue juga udah siap buat kemungkinan terburuk dari 1001 kemungkinan yang ada itu.
“yaudah” katanya setelah mendengarkan gue panjang lebar.
Udah tuh? Itu aja? Sekenario gue dibales pake kata yaudah doang? Agak ngeselin juga kalo iya.
“maksudnya?” gue nanya berusaha santai dan gak ngebentak.
“…ya kayak yang udah gue bilang. Gue tahu lo suka sama gue. Hmm, sayang maksud gue. Keliatan juga kali.” Katanya
“…dijalanin dulu aja, bersikaplah sebaik yang lo bisa. Gue juga sejujurnya mulai nyaman kok sama lo” tambahnya.
Gue diam. Ya, menurut gue entah kenapa cuman itu hal paling bener buat gue lakuin sekarang. Kaki gue berusaha sekuat mungkin engga lemah dan jatuh di pasir pantai ini. Drama abis. Sekarang gantian dia ngomong panjang lebar. Dia cerita soal love life nya dia yang belom pernah gue tahu dan sebenernya masih gue bingungin apakah gue mau tahu atau enggak. Tapi gue pilih untuk mendengarkan.
Tapi gue seneng, ada satu kesimpulan sederhana gue malam ini. Rasa yang gue punya buat dia, engga bertepuk sebelah tangan. Dia juga merasakan hal yang sama. Ada satu rasa yang sama diantara kita
***
Setelah hari itu, gue melewati banyak hari lebih banyak bareng sama dia. Lebih banyak berusaha membuat dia ketawa. Lebih banyak berlatih buat terlihat semakin baik di depan dia, meski gue gak tahu kayak apa itu baik di depan dia. Setidaknya gue usaha lah ya.
Hari ini, tepat tiga bulan setelah hari gue ngungkapin perasaan gue itu. Sesungguhnya kadang gue bertanya-tanya apakah waktu itu keputusan gue buat ngomong itu tepat? Disisi lain gue selalu ingat bersyukur karena semakin hari hubungan gue sama dia makin baik menurut gue. Kita juga jadi makin akrab. Chat gue dibales udah lumayan cepet sama dia.
Semua baik-baik aja. Ya, baik baik aja kecuali seminggu ini. Gue gak tahu salah gue dimana, apa atau kapan gue salahnya. Tapi seminggu ini, gue sama dia jadi kayak dingin. Gue sama dia jadi ngobrol sekedarnya. Gue sama dia kayak bukan gue sama dia seharusnya. Seharusnya maksud gue ya seperti ekspektasi gue.
Dan hari ini, sekali lagi gue deg-degan. Sekali lagi jantung gue mau copot rasanya, sekali lagi otak gue bikin skenario sendiri. Sekali lagu gue rasain grogi dan takut. Karena hari ini, setelah 2 x 24 jam dia cuman read chat terakhir gue, dia chat dan bilang mau ketemuan.
Mau ngapain coba? Oke, tapi disisi lain juga gue ngerasa, apapun yang terjadi sama gue dan dia seminggu terakhir ini harus ada penjelasannya. Harus ada alasannya kenapa jadi begini. Jadi gue nekat beraniin diri buat ketemu sama dia.
Itu dia di sebelah sana. Duduk sendirian, sambil main handphone seperti biasanya. Gue berusaha jalan kayak gak ada beban, kayak seolah olah gak ada masalah diantara gue dan dia. Gue berusaha jalan setenang setelah gue ngungkapin perasaan gue ke dia. Tapi itu semua gagal, gue tahu.
“hai” sapa gue basa basi.
“Hai… lumayan lama juga ya” katanya sambil senyum. Oke senyum. Semua baik-baik aja, kayaknya. Semoga.
“iya sorry.” Jawab gue gak mau bikin suasana rusak.
Sangking gak maunya gue bikin suasana rusak, gue bahkan gak mau nanya “kenapa ngajak ketemu?” gue masih mau menikmati senyuman dia. Ya kali aja senyuman terakhir buat gue kan? Gak ada yang tahu. Suasana jadi hening. Tempat rame ini juga seolah kepo dan ikutan hening. Kalau ada piso dapur jatoh, kedengeran banget ini. Iya piso dapur, bukan peniti atau jarum. Gue gak pernah denger suara peniti atau jarum jatuh soalnya.
“…gue rasa…kita…” katanya memulai pembicaraan. Oke, hawanya gak enak.
“apa?” Tanya gue pelan.
“we both can’t make it?” katanya dengan suara pelan, tapi demi apapun kedengeran jelas di telinga gue. Sangat jelas.
“udah? Gitu aja?” Tanya gue…sok santai.
Yak, dia lalu bicara panjang lebar ngejelasin makna kalimatnya dan kenapa dia ngomong begitu, dia jelasin se deail mungkin. Oke satu sisi dari kata-katanya dia ngerasa kayak ini salahnya dia. Tapi yang gue tangkep adalah disini adalah salah gue juga. Gue juga yang belom bisa jadi yang baik versi dia di depan dia.
“…terus sekarang gimana?” gue nanya dengan pelan. Yak, menurut gue pelan adalah cara yang paling baik ngomong sama dia sekarang.
Dia gak jawab. Di sudut matanya gue bisa liat dengan jelas air matanya mulai menetes.
Serba salah. Gue mesti apa sekarang? Gue cuman duduk, duduk diem ngeliatin dia, dia nangis gak terisak. Gak sampe sesegukan. Dia masih berusaha gak keliatan nangis dengan ngapus air matanya dia berkali-kali. Kalo lo nanya, kenapa gue duduk aja? Ya karena gue gak ngerti mesti ngapain kalau dia sampe nangis. Sehancur gue kah perasaannya sampe dia nangis?
Kalo lo lanjut nanya, kenapa gue gak pergi? Gue gak mungkin ninggalin cewek yang gue sayang nangis sendirian. Menurut gue setidaknya gue disini, nemenin dia. Dia tahu gue disini, ada buat dia. Masih dengan rasa yang sama. Meski ternyata rasa yang gue punya, dia gak punya.

***
Sekarang, gue disini. Duduk diam. Sambil sesekali ngeliatin dia di antara kerumuman temen-temenya–yang juga temen-temen gue–dia ketawa. Gue senyum. Gue seneng, seneng karena dia masih inget ketawa setelah air matanya dia yang gue liat dua bulan lalu. Setidaknya dia ketawa, meski bukan gue lagi yang jadi alasannya.
Terus gue? Gue baik-baik aja. Berusaha menata hati. Berusaha menjadi lebih baik. Baik versi siapapun itu yang nanti akan layak bersanding sama gue. Mungkin gue akan sejenak lupain soal cinta-cintaan. Menta hati dan berusaha jadi yang terbaik buat orang sekitar gue, temen-temen gue, keluarga gue dan buat diri gue sendiri. 

Rabu, 16 September 2015

Gedanken an Dich

Gedanken an Dich 

In Deinen Armen liegen und wissen, 
nicht bleiben zu können. 

Berbaring disamping mu, aku tahu untuk tidak tinggal


In Deinen Augen zu versinken und wissen, 
wieder auftauchen zu müssen. 

Di mata mu, aku mengerti bahwa harus beranjak dan perpindah tempat


In Deiner Nähe ertrinken und wissen, 
doch nicht daran zu sterben. 

 aku tak boleh tenggelam dan mati di dekat mu


Sich Dir öffnen können und wissen, 
nicht ausgeraubt zu werden. 

Aku bisa tahu dan mengerti bahwa aku tak bisa mejadi pasangan mu


Das mag wohl Liebe sein.

Dan itu yang dilakukan cinta



note: puisi dari pengarang jerman 
rasa penasaran yang tinggi. berkelana dengan rasa ingin tau. penuh tanya akan hal hal sederhana yang mungkin menurut orang lain kurang penting. haus pengetahuan dalam setiap hal baru yang dia lihat.

menyesuaikan diri dengan lingkungan bukan masalah. menjadi diri sendiri hal utama, namun ingin tetap berkembang mejadi pribadi yang lebih baik lewat kritik orang lain. konsisten dalam pola pikir. 

Aktifitas dengan teman selalu jadi hal yang prioritas. basket bersama atau hanya sekedar bercengkrama membunuh waktu. bertukar pikiran, pengalaman, dan pengetahuan. menjadi teman bercerita dalam susah dan senang. 

banyak yang berpikiran negatif jika hanya melihat perilakunya, karena tingkah yang selengekan. Sangat menikmati hidup.


        Banyak menyembunyikan kesedihan di dalam hati. Berjuang tanpa henti untuk wanita yang di cintai. mengerti akan keputusan orang lain walau berujung pedih. 

        Bukan pria dengan tampang yang rupawan namun memiliki daya tarik. suara yang berkharisma. 

       Tapi lebih banyak memiliki sedih walau tertutup senyuman di sepanjang hari 





        




Rabu, 09 September 2015

"Senang"

    Mudah kalau hanya mengakatakan berhenti tanpa ada rasa menyesal dan beban. Mudah mengatakan tidak bisa jika memang tanpa usaha. Mudah melupakan jika memang tanpa kenangan. Mudah untuk pergi jika tanpa ada keterkaitan. Mudah untuk hilang jika tanpa arah dan tujuan. 

    Sekedar untuk berbicara hal sepele pun terasa enggan. Untuk sekedar menyapa dari kejauhan pun terasa berat dan memilih untuk menghindar. sekedar bertatap mata terasa lebih dingin. Sekedar bertutur kata akan terasa salah. 

     Dulu tak begini, saling bertanya hingga hari terasa singkat. Dulu tak begini, kita masih ingin tau lebih tentang latar belakang masing masing. Dulu tak begini, masih saling tertawa di dalam cengkrama. Senang dan sedih jika terbayang hari-hari itu. Menjadi takut akan kehilangan tanpa kepemilikan, menjadi risau tanpa ada kepastian, dan menjadi senang tanpa perlu ada penghiburan 

     Cepat. Tak terasa waktu berjalan. Walau memang singkat, tetapi ada yang hilang dari hari dan malam. Hilangnya buta sesaat membuat terang mata yang pedih menyilaukan. Kenyataan datang. 

      Munafik jika berkata tak sedih. Sedih menjadi kongkrit secara konotatif ataupun denotatif. Sedih jika mengingat hal yang dulu dibanggakan telah hilang. Sedih jika harus melihat akhir dengan air mata. Sedih jika mendengar pilihan akan kenyataan. Sedih jika harus mendengar keputusan dan alasan. 

     Senang akan selalu ada jika sedih menemani. Sedih menjadi berarti jika berdampingan dengan senang. 

     Lelah jika mengingat perjuangan untuk mencapai tujuan dan kemenangan.
Sedih melihat air mata yang jatuh karena egoisme, kenyataan, keputusan, pertimbangan, kenangan, dan penyesalan.